Sekitar tahun 1965-1970, pantai Kuta Bali masih sepi pengunjung. Hanya ada satu dua orang wisatawan yang berada di pantai Kuta. Pengunjungnya masih bisa dihitung dengan jari, demikian menurut I Gde Berata, selaku penyelamat pantai Kuta.
Pasalnya di sepanjang pantai Kuta dulu terdapat banyak kuburan. Pantai yang sekarang sangat padat pengunjung dan pedagang ini dulunya dikenal angker. Pada waktu malam hari tak banyak yang berani melewati pantai.
Jika dibandingkan dengan sekarang, sungguh seperti berada di dunia lain. Pantai Kuta dulu masih asri dengan banyaknya pohon katang-katang, kelapa, padanggalak, pandan dan kreket. Adapula pohon katang-katang berguna untuk menjaga pasir pantai agar tidak terbawa saat air sedang pasang.
Pemandangan khas ala nelayan, yakni perahu-perahu nelayan yang ditambatkan di tepi pantai pun masih ada. Penginapan-penginapan berupa hotel juga masih sangat sedikit, hanya ada beberapa penginapan kecil milik penduduk lokal.
Pada waktu itu, pantai Kuta mulai terkenal (mungkin) karena kebebasannya. Saking bebasnya turis bisa berjemur tanpa mengenakan pakaian. Namun kebebasan turis ini berakhir saat berbagai peraturan mulai ditetapkan setelah tahun 70-an.
Karena itu bukan jamannya jika sekarang slogan turis tanpa pakaian ada di pantai Kuta. Itu dulu. Demikian soal keangkerannya, itu dulu. Sekarang pantai Kuta bahkan sudah sangat ramai pengunjung, bagaimana bisa disebut masih angker?