Lava dari Letusan Gunung Batur nyaris menimbun Gerbang Utama di Komplek Pura, 1920an. Awal tahun 1906, Gunung Batur meletus dengan hebat, hal ini dikemukakan oleh para ahli Gunung berapi pada saat itu, yang mana diperkuat oleh W. O. J. Nieuwenkamp pada kedatangannya yang kedua pada tanggal 2 Nopember 1906 yang menyaksikan sebagian besar Pura telah roboh.
Pada kunjungannya yang ketiga tahun 1919, Nieuwenkamp menyebutkan bahwa hancurnya Pura Batur disebabkan oleh timbunan lahar Gunung Batur yang terjadi pada awal tahun 1906 dan oleh gempa bumi dahsyat yang terjadi pada tanggal 21 januari dan 4 februari tahun 1917, informasi ini didapatkan dan dimuat oleh Koran Batavia (De Java Courant) terbitan tanggal 26 januari dan 18 februari 1917 dan juga surat kabar de Telegraaf tanggal 21 april 1917.
Dalam kunjungan yang ketiga inilah ia menyaksikan suatu keajaiban, dimana gerbang utama yang telah tertimbun lahar hitam namun Puncaknya tetap utuh, tegak, kokoh dan tidak runtuh oleh guncangan gempa.
Berdasarkan laporannya yang ketiga itu pula diketahui bahwa sampai tahun 1919 Pura Batur Tua tetap berlokasi di kaki Gunung Batur dan belum tampak adanya tanda-tanda memprakarsai pemindahan Pura tersebut ke tampat sekarang.