Raja Bangli dan Rakyatnya, khususnya penduduk desa sekitarnya yang bertanggung jawab atas pemindahan Pura Batur, dimana pemerintah Belanda yang telah berkuasa penuh di Bali sejak runtuhnya kerajaan Klungkung ikut mendukung gagasan pemindahan Pura dan termasuk pula memberikan penyelamatan terhadap proses kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh alam.
Pemerintah Belanda mengerahkan para narapidana untuk melakukan tindakan pembongkaran-pembongkaran Bale Pelinggih yang ada, sehingga salah satu dari Bale Pelinggih (Bale Mas) yang ada sekarang di Pura Ulun Danu Batur.
Desa Bayung Gede menyelamatkan Pratima-pratima, Kulkul Mas, Mamas (tombak maupun keris yang dikeramatkan) dan distanakan secara sementara di Desa Bayung Gede.
Termasuk menyelamatkan Gong (Informasi didapatkan dari I Wayan Cidra, 16 Oktober 1992). Meletusnya anak Gunung Batur mengakitbatkan masyarakat Batur terpecah-pecah dan tinggal secara sementara di desa-desa sekitarnya yang tidak secara langsung dikenai bencana dan yang terbanyak adalah tinggal di Penelokan untuk sementara.
Atas prakarsa Nyoman Rumanggia (yang menjabat sebagai kepala Desa saat itu), masyarakat Batur berusaha dikumpulkan lagi, dimana menurut kepercayaan yang ada bahwa orang Batur tidak boleh pergi dari desanya sehubungan dengan sungsungan di Pura Batur.