Biografi
I Gde Darna
Sabtu, 27 September 2014
Sejarahbali.com
Selain kepuasan batin, adakah kepuasan materi yang Anda dapatkan dari menciptakan lagu?
Tentu saja ada. Waktu PKB dulu, ketika saya selalu meraih juara. Saat itu sebagai seniman saya pikir hadiahnya cukup besar. Itu juga memuaskan saya. Tapi bukan itu tujuannya.
Tak berminat masuk dapur rekaman?
Begini, ya. Saya kesulitan menciptakan lagu pesanan. Saya memang beberapa kali pernah dipesan untuk bikin lagu. Seperti lagu "Bali Lestari", "Jayaprana", itu lagu pesanan. Tapi saya merasa tak puas. Begitulah pembawaan saya. Menciptakan sendiri dengan niat sendiri tentu rasanya lebih memuaskan. Barangkali karena lagu pesanan masih harus mencari-cari apa yang disenangi pemesan. Sikap ini kadang tak bisa diterima industri rekaman. Studio rekaman itu kan dagang, tentu apa yang disenangi konsumen itulah yang diproduksi. Maka yang dipesan adalah lagu-lagu yang disenangi konsumen. Namun seharusnya pemilik studio rekaman tak seperti itu. Selain mencari pasar juga harus meningkatkan apresiasi musik masyarakat Bali. Bukan cari untung saja, tapi juga mempunyai wawasan lebih luas. Kalau begini-begini saja, lama-lama lagu pop Bali bisa menurun terus dan mati.
Artinya Anda melihat lagu pop Bali sekarang sebagian besar merupakan pesanan dari pemilik studio?
Saya tak bilang seperti itu. Saya justru sangat bangga dengan munculnya seniman musik pop Bali yang muda dan mulai mengarah ke ajang profesional. Sedangkan saya mungkin hanya lebih senang menciptakan saja.
Bagaimana pendapat Anda tentang perkembangan musik dan lagu pop Bali sekarang ini?
Seperti saya katakan tadi, pemusik muda sekarang lebih profesional. Itu berdampak baik dari segi materi. Hikmah lainnya, populernya lagu Bali itu juga bagus bagi perkembangan bahasa. Misalnya bagaimana kita menyebarkan bahasa. Dulunya orang tak suka berbahasa Bali, tapi karena senang lagu Bali maka dengan sendirinya dia akan berbahasa Bali. Namun dari segi musik, seniman muda ini tampak masih mencari-cari diri. Padahal khasanah musikalisasi Bali itu kaya, tapi kenapa mereka harus menggapai-gapai khasanah musik lain, seperti Cina dan Jawa. Meski mirip, tapi di Bali sendiri cukup kaya dengan khasanah musik. Itu harus digali terus-menerus hingga menemukan inti dari musik Bali itu sendiri.
Menurut Anda, musik seperti apa nantinya bisa menjadi musik pop yang benar-benar khas Bali?
Saya rasa musik dan lagu pop Bali di PKB itu bisa menjadi masa depan musik dan lagu pop Bali. Sekarang memang, lagu-lagu itu belum mendapat sambutan masyarakat. Tapi pada saatnya nanti kualitas manusia akan bertambah. Tingkat apresiasinya akan semakin tinggi. Lagu-lagu seperti PKB itu nantinya akan bisa berkembang. Di sisi lain, masyarakat juga akan jemu dengan musik yang sangat ngepop. Tapi kendalanya, pengembangan lagu-lagu ala PKB itu memang salah satunya studio rekaman. Karena studio rekaman itu memang berdagang.
Apa tak ada niat memproduksi rekaman sendiri?
Saya bersama pemusik lain di Singaraja memproduksi musik pop Bali semacam itu, tapi ternyata tak laku. Padahal cara pemasaran cukup luas, melalui televisi. Tapi memang, sifat musik dan liriknya cukup sulit untuk dikonsumsi masyarakat awam. Tema lagu-lagu muda-mudi sekarang memang paling cepat populer, karena memang memenuhi selera pasar muda-mudi. Dari segi nada, cengkok suara, saya suka lagu-lagu yang dinyanyikan Widi Widiana dan Panji Kuning. Itu memang cengkok-cengkok khas Bali. Artinya mereka sudah menemukan sedikit, tapi secara keseluruhan kita masih mencari-cari.