Asal usul

Ida Pedanda Made Sidemen, Pengarang Besar Bali Abad 20 (2) Pesan Ida Pedanda Made Sidemen Kepada Kit

 Rabu, 06 Mei 2015

Sejarahbali.com

IKUTI SEJARAHBALI.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Sejarahbali.com, Badung - 
Sanur, siapa tidak mengenal desa itu? Kini ia lebih dikenal sebagai daerah pariwisata. Pantainya yang indah, yang semakin indah ketika munculnya Hyang Surya di pagi hari, atau munculnya Hyang Candra di hari purnama. Desa pantai yang indah itu telah melahirkan anak manusia yang nantinya menjadi seorang pandita, Ida Pedanda Made Sidemen yang ketika beliau berusia 126 tahun diterima kembali oleh deburan ombak pantai itu berupa abu tulang yang harum.
 
 
Kepergian untuk selama-lamanya, dipagi hari ketika bulan sempurna, Senin 10 September 1984, adalah kepergian yang telah dipersiapkan, ya semuanya telah dipersiapkan dengan penuh gairah. Dan orang-orang pun tersentak, terdiam atau mungkin ternganga, lalu mencari jawab atas sejuta tanya dalam hati, betapa tidak!
 
Gunjingan pun memekar, mulai dari kesederhanaan hidup yang dipertahankannya, pengusungan jenasah dan upakara pembakaran yang telah dipersiapkan sendiri, karya-karya arsitektur yang beliau selesaikan, karya-karya seni pahat (tapel, patung, kulkul) yang beliau tinggalkan, karya-karya sastra yang beliau karang dan sebarkan, ratusan lontar yang beliau salin, sampai pada konsep-konsep agama yang beliau laksanakan.
 
 
Karya-karya yang ditinggalkannya menyebabkan kita menyatakan beliau sebagai orang yang serba bisa. Karya-karya arsitektur, karya-karya seni berupa tapel, kulkul, patung, juga seni gambar, terlebih lagi seni sastra (berupa kakawin dan kidung) adalah karya-karya beliau yang dapat kita "nikmati" sekarang.
 
{bbseparator}
 
Adakah kita menangkap suatu pesan yang beliau sammpaikan lewat karya-karya tersebut?
 
Apa bila dijaman Majapahit kita mengenal nama Mpu Tan Tular yang menulis karya sastra kakawin Arjunawijaya (tahun 1370) dan kakawin Sutasoma (tahun 1380) dan pada jaman Majapahit akhir kita mengenal nama Mpu Tanakung yang menulis kakawin Wrettasancaya (tahun 1460) dan kakawin Siwaratrikalpa (tahun 1470), maka pada zaman kita ini kita mengenal nama Mpu Tan Arsa yang menulis Purwagamasasana (1938), kakawin Cayadijaya (1941) kakawin Chandra Bherawa (1941).
 
 
Seorang Pandita yang bertongkatkan sastra, Beliau berkata "Tongkat seorang pandita buka naga, tapi sastra". Sebuah pernyataan yang patut kita renungkan.

Penulis : TImLiputan



Sejarah Bali Sejarah Bali Wisata


Tonton Juga :













TRENDING TERHANGAT