Hana wong pangresek jagat
tan paguna tiwas lekig
kewala uning mengucap
kadi pangucining paksi
wahu sumrangsang aksi
tahun kalih dasa pitu
pakebure manglayang
maninggalin yayah bibi
ngungsi dusun lumayati wong kanyaka
Demikianlah beliau menyatakan diri sebagai orang yang hanya menambah padatnya penduduk, tidak berguna, malas dan miskin, hanya bisa ngomong bagaikan burung yang juga suka melayang-layang. Ketika berusia 27 tahun, pergi meninggalkan orang tua, sambil mendapatkan seorang gadis. Itulah awal dari karya sastra ini, yang juga merupakan awal kisah menarik penulisnya.
Kemudian disuratkan bahwa ketika beliau berumur "tengah tuwuh" (setengah umur) beliau baru berguru dua kali. Maka ada keinginan beliau ke Mandaragiri (maksudnya Geria Mandara, Sidemen Karangasem) menemui seorang pandita guru, (Ngungsi Mandara Giri, puput maguru ping telu, malih amari wara, ngusap suku sang resi, gawe ayu dadi jejek sang pandita).
berangkat di pagi hari menyusuri pantai Timur Pulau Bali, diiringi oleh istri beliau yang setia mendampingi. Keberangkatan yang diam-diam tapi benuh kepastian, Pandita guru menerima beliau dengan bahagia, mengajarkan ajaran-ajaran kepanditaan, menjadikan beliau sebagai siswa yang paling bungsu, akhirnya mendiksa beliau menjadi pandita.
itulah beberapa catatan dari perjalanan seorang pandita yang "serba bisa", yang mengabdikan segenap hidupnya bagi masyarakat.