BAGIAN KEDUA
Sesuai dengan hasil pertemuan di Puri Agung Pemecutan, maka sejak waktu itu, jalannya pemerintahan harian Kerajaan Badung lebih banyak dilaksanakan oleh I Gusti Ngurah Made Agung dari Puri Denpasar, dengan senantiasa berhubungan dengan I Gusti Ngurah Agung Pemecutan sebagai Raja lingsir dan sebagai calon mertua.
Di kemudian hari sering-seringlah I Gusti Ngurah Made Agung Denpasar berkunjung ke Puri Agung Pemecutan, selain berhubungan dengan soal pelaksanakan pemerintahan, juga bertandang untuk mempererat hubungan tali kasih dengan A.A. Ayu Oka sebagai calon istri tercinta.
Semenjak pertemuan di Puri dengan Ayahanda dan dengan I Gusti Ngurah Made Agung Denpasar,yang hasilnya tidak dapat dtolak atau tidak berani menolaknya, maka A.A. Ayu oka selalu murung termenggu kesedihan dan terkadang tak tahan membendung linangan air mata, yang menetes membasahi pipinya.
Sungguh suatu malapetaka, yang menimpa perasaan, pkiran, menghancurkan harapan kebahagiaan hidup yang diangan-angankan.
Cinta yang telah dirangkai, kasih sayang yang sejak dahulu dibangun, menjadi berantakan, hancur berkeping, hanya oleh sepatah kata yang diucapkan, karena tiada keberaniaan untuk menolaknya.
Kesedihan sang Putri diketahui oleh dayang Ni Luh Jepun pengasuhnya, yang selalu setia melayani dan memperhatikannya.
Dengan melihat keadaan ini, diapun juga merasa sedih, dan menanyakan sebab kemurungan dan kesedihan yng dialami oleh tuan putrinya, sekiranya dia akan dapat membantu meringankannya.
A.A. Ayu Oka kemudian menceritakan kepada pengasuhnya, dan bertanya tentang kemungkinan apa kiranya yang dapat diperbuat, dilakukan, dengan mulutnya telah berkata dan menerima Putra Denpasar, sebagi calon suami yang akan mendampingi hidupnya.
Sedangkan sebagai pilihan kata hati, cinta sejati, cinta pertama, telah lama terjalin, tumbuh bersemi sejak dini, tanpa sepengetahuan ayahanda.
Apa yang harus dikatakan, apa pula dilakukan dan bagaimana janji cinta yang pernah diucapkan.
Demikian pengakuan A.A.Ayu Oka, berkata terbata-bata, dengan isak tangis yang tak tertahankan kepada dayangnya, yang kemudian menyarankan, supaya berterus terang kepada kekasihnya yang kemungkinan beliau dapat menerima dan memakluminya.
Dengan perantara Ni Luh Jepun pengasuhnya, disampaikan kepada I Gusti Ngurah Ketut Bima, bahwa A.A. Ayu Oka Ingin bertemu di suatu tempat, pertamanan di Puri Agung pemecutan, tempat dimana mereka sering berjumpa.
Pada suatu saat yang telah ditetapkan, secara rahasia, mereka berdua bertemu di bawah pohon kamboja, di tepi kolam Pura keluarga Pemerajan Agung Pemecutan. Pertemuan kedua mahkluk manusia, sepasang remaja yang sedang dimabuk asmara, dirundung kabut duka.
Demikian Ngurah Ketut Bima datang, langsung A.A.Ayu Oka menyongsong dan bersimpuh d ihadapannya sambil menangis terisak, tanpa kata, tanpa bicara, hanya tangis yang tak tertahankan mengisi kesunyian taman yang memang sepi.
Menjumpai keadaan yang demikian ini, Ngurah Ketut Bima sudah dapat memaklumi, karena sebelumnya beliau sudah mendengar apa sebenarnya yang telah terjadi.
Telah didengar keputusan pertemuan di Puri Agung Pemecutan antara Raja dengan Puri Denpasar.
Beliau (I Gusti Ngurah Ketut Bima) dapat merasakan apa yang dirasakan oleh kekasih yang bersedih karena merasa terjepit antara dua pilihan, I Gusti Ngurah Made Agung Denpasar sebagai pilihan Raja yang tidak dapat ditolak karena takut kepada ayahanda, dan dirinya (I Gusti Ngurah Ketut Bima) sebagai pilihan hatinya.
Menerima kenyataan ini I Gusti Ngurah Ketut Bima menjadi sangat marah, sambil menahan emosi dan perasaan yang menggelora, lalu bicara perlahan, mempertegas janji kasih yang pernah mereka ucapkan berdua.
Keduanya berjanji untuk hidup bersama, sehidup semati, dan kini diulangi kembali, dengan masing-masing menyatakan, bahwa apapun yang terjadi mereka tetap saling mencintai hidup berdua sampai akhir hayat nanti.
Demikian I Gusti Ngurah Ketut Bimat tidak dapat melupakan kekasihnya, dan sebaliknya A.A. Ayu Oka selalu bingung, disatu sisi tak dapat melupakan cintanya, dan disisi lain rasa takut serta hormatanya kepada ayahanda Raja Badung, dan hanya dapat berserah kehadapan Tuhan, yang akan menentukan jodoh seseorang.
Dengan memendam perasaan yang sangat geram, marah, jengkel, dan cemburu yang bercampur aduk, Ngurah Bima meninggalkan kekasihnya di taman sari yang masih dalam kesedihan, namun sudah mempunyai ketetapan hati, karena pacarnya dapat menerima dan mengerti akan posisinya serta berjanji tetap mencintainya.
Dalam kegalauan pikiran dan rasa hormat kepada Raja, secara diam-diam Ngurah Bima mencari jalan untuk mempertahankan kekasihnya agar tetap menjadi miliknya.
Mulailah beliau mendekati kawan-kawan sebaya dan rekan-rekan yang mau mendukung, layaknya menyusun kekuatan, akan berjuang dengan kekerasan, apabila terpaksa menempuh jalan ini guna mempertahankan dan merebut kekasih yang tercinta.
Di lain pihak I Gusti Ngurah Made Agung Denpasar, sebelumnya mengetahui, bahwa A.A. Ayu Oka sudah mempunyai pacar I Gusti Ngurah Ketut Bima dari Puri Kanginan Pemecutan.
Meskipun demikian, beliau merasa lebih mendapat kesempatan dan peluang yang lebih besar dan leluasa, karena mendapat restu dan atas kehendak Raja, untuk dijodohkan dan akan mendampingi Putrinya menggantikan kedudukan Raja Badung di Puri Agung Pemecutan.
I Gusti Ngurah Made Agung Denpasar semakin sering berkunjung ke Puri Agung Pemecutan disamping urusan Pemerintahan, juga lebih mendekatkan diri dengan kekasihnya dalam kaitan tali kasih antara dua remaja yang akan dijodohkan.
Sebagai Sastrawan dan pengarang yang sangat berbobot, pada saat berkasih-kasihan ini, beliau sempat menggubah sebuah lagu yang ditujukan kepada Sang Ayu kekasihnya, yang sampai sekarang lagu tersebut sangat popular di masyarakat Bali dengan judul “Ratu Anom”, dengan lirik:
"Ratu Anom metangi me-len-ilen, Dong pirengang munyin sulinge di jaba, Nyen ento menyuling di jaba tengah, Gusti Ngurah Alit Jambe Pemecutan."
Nama lain atau sebutan lain dari I Gusti Ngurah Made Agung Denpasar juga I Gusti Ngurah Alit Jambe Pemecutan.
Mendengar dan melihat kenyataan yang demikian ini, Ngurah Bima semakin tumbuh rasa cemburu, dan perasaan tak senang, terhadap I Gusti Ngurah Made Agung Denpasar, meskipun seharian-harian beliau berdua kelihatan bersahabat sangat akrab, dan tidak kelihatan dalam hati masing-masing memendam rasa cemburu yang mendalam.
Merasakan mendapat saingan yang cukup tangguh, maka Ngurah Agung Denpasar, juga mendekati kawan-kawan dan anak buahnya, untuk mendukung dan menjaga serta menyelamatkan keberhasilan rencana, sesuai dengan harapan Raja.
Demikian kedua belah pihak saling menghimpun kekuatan, yang mungkin saja pada suatu saat akan mendapat saja pecah menjadi perselisihan dan pertarungan terbuka, akibat memperebutkan seorang putri memperjuangkan dan mempertahankan cinta kasih masing-masing.
(BERSAMBUNG)