Kultur

Kisah Masyarakat Bali Pertama Kali Mengenal Baju

 Senin, 24 Oktober 2022

Sejarahbali.com

IKUTI SEJARAHBALI.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Sejarahbali.com, Denpasar - 

Dahulu masyarakat Bali adalah mereka yang hanya menggunakan penutup badan sederhana. Kaum laki-laki menggunakan kamben seperti rok dan perempuan menutupi kaki dengan kamben dengan bagian atas badan bertelanjang dada. Ditambah rambut klimis yang terolesi minyak kelapa dan bunga yang disematkan pada rambut dan kuping.

Pemandangan seperti itu biasa kala itu. Namun, perlahan ketika Bali mengenal pariwisata, baju menjadi bagian dari aturan dalam berpakaian.  

Miguel Covarrubias dalam artikel berjudul Bali Binasa: Sebuah Spekulasi yang dihimpun Adrian Vickers (2012) dalam buku berjudul Bali Tempoe Doeloe menjelaskan bagaimana masyarakat Bali mulai mengenal baju dalam kesehariannya.

Dijelaskan, dengan makin banyaknya kapal pesiar menuju Bali. Para turis dijamu dengan makanan dan budaya Bali. Ini terjadi pada abad ke-19 ketika pesona Bali mulai digembar-gemborkan untuk memikat para wisatawan yang berpesiar keliling dunia.

Ditambah dengan kependudukan Belanda di Buleleng pada 1848, mulailah muncul aturan baru. Aturan itu yakni menegaskan bahwa moral tentara Belanda harus diproteksi. Kemudian terbitlah peraturan yang mewajibkan setiap wanita di Bali menggunakan baju.

Maka, ini kontras dengan tiga tahun sebelumnya, yakni ketika wanita-wanita pergi ke pasar setengah telanjang dengan bangganya. Tak sehelai kain pun menutupi bagian atas tubuh mereka kala itu.

Selanjutnya, ketika istri-istri pangeran mulai mengenakan baju, mereka sontak menjadi inspirasi dalam gaya berbusana yang pantas. Maka, sejak saat itu siapapun yang pergi ke luar rumah tanpa menutupi bagian dadanya di seputaran wilayah Den Pasar akan dianggap orang gunung yang tidak beradab.

Pemuda-pemuda tanggung pun mulai merasa gengsi bila hanya memakai kain batik dan penutup kepala yang merupakan tradisi leluhur mereka. Ketika malam tiba, baik di Buleleng maupun Denpasar, pemuda urban akan melengkapi dirinya dengan satu set baju piyama, peci bergaya muslim, sandal, sepeda ontel, dan lampu senter. Walaupun demikian mereka masih saja menyematkan bunga dibelakang telinga. 

Dahulu masyarakat Bali adalah mereka yang hanya menggunakan penutup badan sederhana. Kaum laki-laki menggunakan kamben seperti rok dan perempuan menutupi kaki dengan kamben dengan bagian atas badan bertelanjang dada. Ditambah rambut klimis yang terolesi minyak kelapa dan bunga yang disematkan pada rambut dan kuping.

Pemandangan seperti itu biasa kala itu. Namun, perlahan ketika Bali mengenal pariwisata, baju menjadi bagian dari aturan dalam berpakaian.

Miguel Covarrubias dalam artikel berjudul Bali Binasa: Sebuah Spekulasi yang dihimpun Adrian Vickers (2012) dalam buku berjudul Bali Tempoe Doeloe menjelaskan bagaimana masyarakat Bali mulai mengenal baju dalam kesehariannya.

{bbseparator}

Dijelaskan, dengan makin banyaknya kapal pesiar menuju Bali. Para turis dijamu dengan makanan dan budaya Bali. Ini terjadi pada abad ke-19 ketika pesona Bali mulai digembar-gemborkan untuk memikat para wisatawan yang berpesiar keliling dunia.

Ditambah dengan kependudukan Belanda di Buleleng pada 1848, mulailah muncul aturan baru. Aturan itu yakni menegaskan bahwa moral tentara Belanda harus diproteksi. Kemudian terbitlah peraturan yang mewajibkan setiap wanita di Bali menggunakan baju.

Maka, ini kontras dengan tiga tahun sebelumnya, yakni ketika wanita-wanita pergi ke pasar setengah telanjang dengan bangganya. Tak sehelai kain pun menutupi bagian atas tubuh mereka kala itu.

Selanjutnya, ketika istri-istri pangeran mulai mengenakan baju, mereka sontak menjadi inspirasi dalam gaya berbusana yang pantas. Maka, sejak saat itu siapapun yang pergi ke luar rumah tanpa menutupi bagian dadanya di seputaran wilayah Den Pasar akan dianggap orang gunung yang tidak beradab.

Pemuda-pemuda tanggung pun mulai merasa gengsi bila hanya memakai kain batik dan penutup kepala yang merupakan tradisi leluhur mereka. Ketika malam tiba, baik di Buleleng maupun Denpasar, pemuda urban akan melengkapi dirinya dengan satu set baju piyama, peci bergaya muslim, sandal, sepeda ontel, dan lampu senter. Walaupun demikian mereka masih saja menyematkan bunga dibelakang telinga. 

Penulis : A.A Gede Agung

Editor : SejarahBali



Sejarah Bali Bali Sejarah Kisah Masyarakat Bali Mengenal Baju


Tonton Juga :











Sejarah Terpopuler





TRENDING TERHANGAT