Klasik
Sejarah Perkembangan Pelabuhan Buleleng
Selasa, 24 Maret 2015
Sejarahbali.com
Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan kawasan ini menjadi kawasan perang antara pasukan Belanda dan tentara nasional. Pentingnya pelabuhan ini bagi pihak Belanda membuat kawasan ini dipertahankan oleh pihak belanda. Pertempuran besar pun terjadi pada tanggal 27 agustus 1945, untuk mengenang peristiwa tersebut maka dibuatlah monumen perjuangan dan tugu prasasti di kawasan ini.
Pada masa kemerdekaan Kota Singaraja sempat menjadi Ibukota Kepulauan Sunda Kecil dan Ibukota Provinsi Bali sampai tahun 1958. Pada masa ini pelabuhan ini menjadi pusat distribusi barang dari Bali ke NTT dan NTB, danbegitu sebaliknya. Kemudian Ibukota Provinsi Bali dipindahkan ke Denpasar dan diikuti dengan berpindahnya pelabuhan utama ke daerah Benoa di Denpasar.
Perpindahan Ibukota dan pelabuhan utama Provinsi Bali ini merupakan awal dari menurunnya fungsi dari Pelabuhan Buleleng. Kegiatan bongkar muat pelabuhan tidak lagi berlangsung di kawasan ini, dan membuat kawasan Pelabuhan Buleleng ini menjadi tidak berfungsi sehingga saat ini diberinama Eks Pelabuhan Buleleng, sebuah pelabuhan Kolonial yang kini tidak berfungsi.
Keterpurukan dari kawasan ini pada puncaknya terjadi pada tahun 1970-an, selain kawasan ini sudah tidak berfungsi adanya abrasi dan kurang pedulinya masyarakat akan kebersihan membuat kawasan ini dijuluki sebagai Pelabuhan Sampah (wawancara dengan Kadis kebudayaan dan pariwisata Kab. Buleleng, 2010).
Pelabuhan ini berada di sebelah sebelah muara Sungai Buleleng, dimana masyarakat pada saat itu sering membuang sampah ke aliran sungai yang pada akhirnya akan mengendah di daerah pelabuhan. Bangunan peninggalan kolonial di kawasan ini diabaikan sehingga rapuh dan rusak dimakan usia, yang menyebabkan menurunnya citra kawasan ini.